Landasan Normatif-Teologis Fintech
Oleh:
- Syaukat
- Egi
- Rahmad Fil Ardhi
Dalam beberapa
tahun terakhir, istilah Fintech merupakan istilah yang kini populer di
masyarakat. Saat kita mendengar istilah fintech pasti yang terlintas
dalam pikiran seseorang ialah segala sesuatu yang identik dengan efektif dan
efisien dalam setiap transaksi, meliputi pembayaran, peminjaman, pengiriman,
investasi, peminjaman uang, dan lain sebagainya dengan mudah dan cepat. Dengan
adanya fintech yang memberikan berbagai keunggulan diantaranya menghemat
waktu, pikiran, tenaga dan biaya. Hal tersebut dikarenakan adanya fasilitas
fasilitas yang memudahkan dan mempercepat setiap transaksi yang dilakukan
dimanapun dan kapan pun dengan memanfaatkan adanya perkembangan teknologi saat
ini.
Menurut Bank
Indonesia, Finansial Technology (Fintech) adalah pemanfaatan
teknologi dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi,
dan model bisnis baru yang dapat berdampak pada sistem keuangan, efisiensi,
keamanan, dan sistem pembayaran. Karena kemudahan dan kecepatan ini, fintech
menjadi popular di kalangan milenial dan diperkirakan akan terus berkembang.
financial
technologi menurut Nasional Digital Research Center
(NDRC), istilah fintech adalah sebuah inovasi yang menggunakan
teknologi modern di bidang keuangan. Fintech adalah layanan keuangan
berbasis teknologi, dimana fintech merupakan layanan yang inovatif di
bidang layanan keuangan yang menggunakan sistem online.
Fintech dalam pandangan syariah
Syariah adalah kata
bahasa arab yang secara harfiahnya berarti jalan atau garis yang harus diikuti.
Secara terminologi pengertian syariah adalah “peraturan-peraturan dan hukum
yang telah digariskan oleh Allah, atau digariskan pokok-pokoknya dan diwajibkan kepada umat Islam
sebagai hubungan antara mereka dengan Allah SWT dan diantara mereka dengan sesame umat muslim. Islam mengatur berbagai hal
dalam sendi kehidupan manusia, termasuk dalam berbisnis.
Menurut Agustianto: al-Qur’an mengatur
delapan prinsip mengenai perdagangan agar tercipta kemaslahatan bersama, yaitu:
Pertama, setiap melakukan transaksi dalam perdagangan, wajib adanya sikap
saling ridha antara produsen dan konsumen, sehingga kedua belah pihak tidak
merasa dirugikan dan dizalimi; kedua, menjunjung tinggi prinsip keadilan,
keseimbangan dalam takaran, ukuran mata uang, dan pembagian keuntungan; ketiga,
diharamkannya riba’; keempat, kasih sayang dan tolong menolong sesama
bersaudara secara universal; kelima, tidak melakukan segala macam kegiatan
investasi keuangan pada usaha yang diharamkan; keenam, perdagangan harus
menghindari praktik spekulasi, gharar, tadlis, dan maysir; ketujuh, perdagangan
tidak boleh melupakan ibadah sholat dan zakat serta selalu mengingat Allah; dan
kedelapan, wajib adanya pencatatan baik itu tunai, hutang-piutang.
Dasar Hukum Fintech dalam islam
Dewan Standar
Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa terkait layanan
pembiyaan berbasis teknologi informasi berdasarkan prinsip syariah.
dikeluarkannya fatwa tersebut dengan didukung adanya beberapa ayat Al Quran, hadis, dan kaidah fikih.
Ayat Al-Qur’an
„hai orang-orang
yang beriman! Janganlah kalian memakan (mengambil) harta orang lain secara
batil, kecuali jika berupa perdagangan yang diambil atas sukarela di antara
kalian..‟ QS. An-Nisa (4): 29
Dewan Standar
Nasional Majelis Ulama Indonesia menerbitkan fatwa tersebut karena
mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1) semakin berkembangnya teknologi dan
semakin cepatnya akses yang dibutuhkan oleh pelaku usaha skala mikro, kecil,
dan menengah; serta 2) masyarakat memerlukan penjelasan terkait ketentuan dan
regulasi hukum terkait pembiayaan berbasis teknologi.
Akad dan pertemuan
antara produsen dan konsumen (penjual dan pembeli) di satu tempat/majelis dalam
setiap bertransaksi memang salah satu syarat sah yang harus dipenuhi. Namun,
pada konsep financial technology, kedua aspek tersebut dihilangkan. Hal
ini disebabkan karena pergerakan manusia yang sangat tinggi, waktu yang semakin
terbatas, dan transaksi yang
harus tetap terpenuhi membuat akad dan pertemuan bukan
menjadi kewajiban. Financial technology mampu mengganti kedua aspek tersebut
dengan perjanjian dan pertemuan secara online dan mobile.
Dasar Hukum fintech
syariah merujuk Majlis Ulama Indonesia (MUI) yaitu : (FATWA DSN MUI No.117/DSN-MUI/II/2018).
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majlis Ulama Indonesia ini mengenai prinsip
syariah pada layanan pembiayaan berbasis digital.
Pada poin pertama
mengenai ketentuan umum, DSN MUI menjelaskan bahwa layanan pembiayaan digital
berbasis syariah, merupakan penyelenggaraan layanan untuk mempertemukan antara
pemberi pembiayaan dan penerima pebiayaan berdasarkan prinsip yang sesuai dengan
syariah melalui teknologi informasi.
Pada point keempat
dari Fatwa DSN MUI No. 117 mengenai ketentuan pedoman umum layanan pembiayaan
teknologi informasi, menyebutkan bahwa kegiatan transaksi tidak boleh
mengandung unsur riba, tadlis, gharar, maysir, haram dan zalim. Dan
perbedaan mendasar fintech pada umumnya dengan syariah adalah dengan
memperhatikan akad akad syariah yang akan dibentuk dalam sebuah kegiatan
layanan pembiayaan berbasis teknologi informasi.
Menurut Yarli
(2018), Dinamika dan berbagai kendala pemikiran yang dihadapi oleh financial
technology syariah adalah adanya beda akad yang dipakai dalam sebuah entitas
berbasis syariah. Menurut pekerti et al (2018), akad ijab qabul dalam sebuah
perjanjian jual beli dapat dilaksanakan dengan ucapan, tulisan atau isyarat
bagi mereka yang tidak mampu berbicara atau menulis. Bahkan dapat dilakukan
dengan perbuatan yang menunjukkan aspek rela antara kedua belah pihak untuk
mengadakan sebuah perjanjian yang umumnya dikenal dengan al mu’athah.
Sebenarnya, didalam Al-Qur’an tidak mengatur secara teknik dan detail apa saja
penggunaan kata yang digunakan dalam sebuah ijab qabul jual beli. Ijab qabul
jual beli dapat dilakukan menurut kebiasaan sepanjang tidak bertolak belakang
dengan
syara’.
Jadi dapat
disimpulkan bahwa produk dari fintech syariah yang pertama, harus terbebas dari
transaksi yang dilarang, kedua, produk sesuai dengan akad atau transaksi
syariah, dan ketiga, wajib menjaga adab-adab (akhlak) islam dalam bermuamalah.
Contoh Produk Fintech Dalam Perspektif islam
Salah satu produk yang dilahirkan oleh fintech adalah bitcoin. Bitcoin
adalah salah satu bentuk mata uang digital yang pertama kali muncul pada tahun 2009 yang
diperkenalkan oleh Satoshi Nakamoto sebagai mata uang digital yang berbasiskan
cryptography.
Di dalam islam banyak sekali perbedaan pendapat tentang bitcoin. Ada
Sebagian ulama berpendapat bahwa bitcoin itu haram, dan Sebagian lagi
memperbolehkannya jika digunakan sebagai alat transaksi. MUI
(Majelis Ulama Indonesia) juga menegaskan bahwa Bitcoin hukumnya adalah mubah
sebagai alat tukar bagi yang menggunakannya, Namun Bitcoin jika investasi hukumnya adalah haram karena hanya
alat sepekulasi bukan untuk investasi, hanya alat permainan untung rugi buka
bisnis yang menghasilkan.
Reference :
Agustianto. (2004).
Ekonomi Keuangan dan Perdagangan dalam Al-Qur’an.
Fatwa Dewan Standar
Majelis Ulama Indonesia Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 Mengenai Layanan Pembiayaan
Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah. (2018). Indonesia.
Peraturan Bank
Indonesia Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Indonesia.
Yarli, D.
(Juli-Desember 2018). Analisis Akad Tijarah pada Transaksi fintech Syariah
dengan Pendekatan Maqashid. Jurnal Pemikiran Hukum dan Hukum Islam YUDISIA,
Vol. 9 No. 2 .
Darmawan, Oscar,
Bitcoin Mata Uang Digital Dunia, admin@jasakom.com, Dumairy, 2014. Perekonomian Indonesia,
Yogyakarta: BPFE, 1997.