Jumat, 11 Februari 2022

Dilema Antara Gua Dan Aku

 



    Sebagai seorang perantau dari Sulawesi yang datang ke Jakarta, kendala yang paling besar saya hadapi adalah bahasa, bukan karena saya tidak pandai berbahasa Indonesia, tapi terdapat dilema yang besar dalam penggunaan kata aku kamu atau lo gua. Tentu bagi kalian dapat melihat masalah ini adalah hal yang sepele dan tidak seharusnya menjadi sebuah dilema. Mungkin juga kalian dapat dengan mudahnya menentukan mau menggunakan apa, tetapi itu tidak berlaku untukku. Awal kedatanganku ke Jakarta pada tahun 2019 dimana aku masuk di salah satu perguruan tinggi swasta disana. Pada awalnya tidak ada masalah dalam penggunaan kata antara lo gua atau aku, kamu karena untuk semester awal kami harus menetap di asrama selama setahun. Background kampusku merupakan background islami jadi rata rata menggunakan ana antum atau ane ente, dan saya memilih untuk menggunakan ana antum. Hari sabtu dan minggu merupakan hari libur dan kami diperbolehkan untuk meninggalkan asrama, di sinilah dilema itu datang.

    Vibes di dalam asrama dan di luar tentunya sangat berbeda, timbul perasaan anah saat aku menggunakan ana antum ketika berada di luar asrama, keliatan alim dan agamis, dan aku kurang suka dilabeli seperti itu. Maka dari perasaan itu saya bertekad untuk mengganti kata ana antum, terdapat dua opsi pilihan, pertama adalah aku kamu, pilihan kedua dalah lo gua. Sebenarnya saya lebih prefer ke aku kamu tetapi dalam penerapannya, ada beberapa orang yang mengganggap penggunaan kata aku kamu adalah penggunaan kata kepada orang yang spesial, seperti lelaki kepada pujangganya, jadi ada beberapa orang yang gak terima saat sesama jenis memakai kata aku kami, bahkan bisa keluar kalimat “Maho lu ya”,  entah siapa yang menciptakan tradisi tersebut, padalah lo gua bukanlah bahasa Indonesia asli tetapi merupakan khazanah salah satu dialek Suku Bangsa China. Ketika menggunakan kata aku kamu ke lawan jenis maka ada beberapa orang yang menafsirkan bahwa orang yang menggunakan aku kamu ada maksud tertentu terhadap lawan bicaranya.

    Setelah lama memikirkan , akhirnya datang bisikan jawaban yang entah dari mana datangnya bisikan tersebut, mungkin dari leluhur yang menjaga, mungkin penjaga tempat diaman saya sedang berfikir atau mungkin bisiskan cinta darimu *Chuakkss. Akhirnya aku menemukan solusi “Bagaimana kalau ngomongnya sesuai orangnya aja”, kalau orang yang kenal dan saya mengetahuinya dia kurang menyukai penggunaan aku kamu maka saya akan menggunakan lu gua, begitupun sebaliknya. Dan entah mengapa saat saya menulis ini jika kalian menyadari terdapat ketidak konsistenan dalam penggunaan saya dan aku, entah mengapa.

Apa perbedaan gua dan aku ?

Kalau gua untuk orang, kalau aku untuk kamu *wiu wiu wiu